Kamis, 16 Juni 2011

Ikhlas

Ikhlas

Apapun yang diperbuat seseorang, semuanya mempunyai makna dan bernilai amal, baik amal yang baik maupun buruk, dan sebaik-baiknya nilai suatu amal di sisi Allah SWT adalah nilai yang dilandasi oleh keikhlasan, berbuat semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT. Bersih dari niat atau motivasi apapun, atau tujuan apapun selain hanya karena mengharapkan ridha Allah. firman Allah:

Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An Nahl: 16: 66)

Demikian bersihnya gambaran orang yang ikhlas, diilustrasikan bagaikan susu yang tetap bersih walaupun ia terdapat antara tahi dan darah, padahal disekelilingnya begitu banyak kotoran yang sangat memungkinkannya menjadi tercampur menjadi kotoran.
Dalam surah lain Allah SWT berfirman :
dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. QS Yunus : 10 :105 ‘ Rasulullah SAW mengingatkan, ''Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata.'' (HR Abu Dawud dan Nasa'i)

Dalam kesufian dituturkan bahwa ''Ikhlas berarti engkau tidak memanggil siapa pun selain Allah SWT. Untuk menjadi saksi atas perbuatanmu.'' Ikhlas menjadi benar-benar teramat penting yang akan membuat hidup ini menjadi indah, ringan, dan bermakna. Maha besar Allah SWT dengan segala firman_Nya, mr 2009

Rabu, 15 Juni 2011

Sabar

Sabar
Sabar banyak mempunyai pengertian dan makna yang berbeda-beda, ada yang mengandung makna menahan amarah, bersikap tenang, menjaga emosi dst. Makna kali inipun mungkin agak berbeda, karena mengandung sikap menahan atau tindakan agar selalu terjaga kemurniannya, tidak keliru menempatkan posisi yang sebenarnya, atau juga bisa dikatakan melakukan sesuatu sesuai ukuran dan aturannya.
Apa yang dilakukan Ali bin Abi Thalib, dalam perang yg ketika itu tidak jadi membunuh musuhnya merupakan sebuah contoh. Bbeliau tidak jadi membunuh musuhnya di medan perang lantaran ia diludahi musuhnya. Beliau khawatir bila membunuhnya , tindakannya itu akibat ia kesal, napsu dan emosi semata-mata. Bukan karena kebenaran menegakkan agama Allah.
Begitu halnya dengan Umar bin Abdul Aziz, ketika ia mengurungkan hukuman dera kepada seseorang yang mabuk karena minuman khamar. Ketika ia akan menghukumnya, si pemabuk mengomel dan memaki-makinya dengan perkataan kotor menghina. Beliau kemudian meninggalkannya lantaran khawatir bila menghukumnya, bukan karena kesalahan semata, tapi karena kejengkelan dan kemarahannya.

Demikian tipisnya prilaku kebenaran sesuai hukum Allah SWT dengan tindakan yang disertai emosi. Tentu saja pelajaran yang sangat berharga dari prilaku sahabat yang terkisahkan. Banyak yang mesti ditelaah saat melakukan tindakan hukuman, sekecil apapun hukuman itu. Apakah terhadap anak di rumah saat melakukan kesalahan, bapak/ibu guru terhadap anak didiknya, pimpinan kantor terhadap anak buahnya dst. Semoga semua tindakan yang diambil atas kesalahan sesuai dengan aturan bukan karena kesal dan emosi pribadi yang marah.
Rasulullah SAW bersabda, Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, "Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW; 'Nasihatilah saya!' Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah kamu marah!' Orang itu berkali-kali meminta nasihat kepada Rasulullah SAW, tetapi Rasul tetap menjawabnya dengan, 'Janganlah kamu marah'." (HR Bukhari). Mr062011